Good bye, things: membuang barang (dan kenangan)

Jumat siang, secara impulsif gue menggerakkan tangan gue untuk merapikan dan membuang barang di kamar. Setelah gue amati ternyata ada begitu banyak barang yang udah ga mungkin gue pakai lagi.

Terdengar simple, kan? Membuang barang, apa susahnya?

Maka dari itu, gue langsung mengambil kardus bekas dan mulai membuang barang dari ruang di bawah meja make up. Setelah gue pilah, ternyata banyak banget barang yang gue tumpuk disana. Mulai dari botol bekas skin care, chargers, sampe jas hujan robek! 

Oh no, apakah gue termasuk hoarder?. 

Di tengah-tengah kegiatan, mata gue terpaku pada satu wadah bekas biskuit dan dua buah amplop. Yang ternyata berisi surat-surat dan pesan-pesan yang ditinggalkan dari dan untuk orang-orang di masa lalu gue. Dan mau tak mau membuat gue harus mengenang kembali masa lampau yang beberapa bagiannya gak terlalu menyenangkan untuk gue.

Sampai sini gue berhenti sejenak dan mulai paham bahwa membuang barang tidak semudah kedengarannya.

Lalu pikiran gue melayang ke film Thailand yang gue tonton beberapa bulan yang lalu; happy old year. Sebuah film tentang seorang Jean yang menginginkan membangun sebuah home office di rumah keluarganya. Tapi untuk itu, dia harus merapihkan rumahnya yang sangat penuh dengan tumpukan barang-barang tua yang udah ga tau apa manfaatnya lagi.

Sama dengan yang gue alami, di perjalanan membuang barang-barang pribadinya, Jean malah terbawa kembali ke masa lalu. Bedanya, dia bertemu lagi dengan Aim, mantan pacarnya (which I'm not 😝). Dan mau gak mau jadi sedikit bernostalgia dan malah membuat hubungan yang sudah rusak berakhir begitu saja. Tapi, kalau Jean ga nemuin Aim lagi, selamanya gak akan ada yang selesai diantara keduanya. Pun sama dengan piano di rumahnya yang hanya teronggok tanpa ada yang memainkannya lagi setelah Ayahnya pergi. Jean pada akhirnya berhasil melenyapkan piano itu setelah harus banyak ribut dengan Ibunya--yang sangat bersikukuh untuk mempertahankan piano itu.

Selanjutnya, entah kenapa gue langsung merasa relate dengan Jean.  Bahwa setiap barang membawa kenangan tersendiri. Apapun itu, baik kenangan buruk atau menyenangkan, setiap benda punya cerita masing-masing. Decluttering could be a painful for someone--in this case, for me--as things can also contain powerful memories. It's impossible to go full hurl things away without a single sign of hesitation.

Bahkan tiket bioskop dan nonton badminton could be bring memories 



Sama halnya ketika gue memberanikan diri membaca pesan dan surat dari masa lalu. Saat membaca ulang pesan tulus dari seseorang di masa lalu, gak mungkin gue gak merasa emosional. Sebutlah gue cengeng atau terlalu meromantisasi keadaan.

Tapi tenang aja, gak kayak Jean yang pada akhirnya harus berpikir dan bergerak lama melenyapkan barang-barangnya, meskipun sedikit ragu pada awalnya, gue hanya membutuhkan beberapa saat untuk memutuskan to let them go. Don't get me wrong, biarpun begitu, mereka sudah tersimpan rapi kok di laci hati gue. Gue simpan selamanya di dalam memori gue. So, I decided to clean them away.

In the end of the day, I never knew that tidying things up could be this frikin' emotional. Phew~

So, good bye, things! 

P. S.  Selanjutnya apa lagi yang harus gue buang? Foto-foto di masa lalu kah? 😝

Komentar

Postingan Populer